Hari lahirnya Raden Ajeng Kartini pada 21 April 1879, dianggap sebagai awal lahirnya sebuah emansipasi atau sering juga disebut sebagai emansipasi wanita di Indonesia. Hingga hari ini sebagian kaum perempuan masih aktif dalam memperjuangkan persamaan hak dengan kaum laki-laki atau yang lazim disebut kesetaraan gender. Umumnya perempuan yang giat berjuang itu justru para perempuan dari kalangan Wanita Karir yang sukses, punya prestasi, punya background pendidikan yang tinggi. Mereka berjuang atas nama semua perempuan yang menurut mereka masih tertindas atau tidak memiliki hak yang setara dengan laki-laki.
Kesetaraan gender atau persamaan hak yang dianggap sebagai solusi untuk sebuah emansipasi jelas salah karena sejatinya wanita dan pria itu memiliki posisi dan perannya masing-masing. Menurut Kartini, perempuan dan laki-laki itu memiliki keunggulan dan juga kelemahannya masing-masing yang unik, oleh karena itu mereka saling memerlukan satu dengan yang lainnya. Makna emansipasi wanita sebenarnya bukanlah persamaan hak dengan kaum pria melainkan perjuangan kaum wanita demi memperoleh hak memilih, mendapatkan keadilan, dan menentukan nasib sendiri.
Satu hal yang harus direnungkan lagi adalah bahwa segala sesuatu yang diciptakan di bumi ini memiliki kekurangan dan kelebihan, begitu pula halnya seorang wanita. Emansipasi adalah perjuangan memperoleh keadilan bukan penuntutan persamaan gender. Adil tidak selalu berarti harus sama, sampai kapanpun wanita tidak akan mungkin bisa sama dengan pria, karena secara kodrati memang berbeda fungsinya, jiwanya, badannya dan Allah telah mengatur pembidangannya.
Jelas sikap radikal yang mengabaikan perbedaan kodrat antara kaum perempuan dan laki-laki itu tidak realistis karena faktanya toh berbeda dan menghasilkan dilema. Kalau para pejuang kesetaraan gender mau jujur, semestinya jangan hanya menuntut persamaan hak tetapi juga harus sama kewajibannya. Namun hal itu jelas tidak akan mungkin, salah satu contoh misalnya kalau kaum perempuan dilarang meminta cuti haid atau hamil karena kaum laki-laki tidak haid dan tidak hamil pasti kaum perempuan akan protes, sebaliknya tentu pengusaha akan protes kalau kaum laki-laki diperbolehkan ikut menikmati cuti haid dan hamil padahal mereka tidak pernah haid dan tidak mungkin hamil.
Jadi menurut saya, emansipasi wanita tidaklah sama dengan kesetaraan gender atau persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan tetapi lebih pada keharusan saling menghormati dan saling meletakkan pada posisi masing-masing. Perempuan dan laki-laki itu memiliki keunggulan dan juga kelemahannya masing-masing yang unik, oleh karena itu mereka saling memerlukan satu dengan yang lainnya untuk saling melengkapi.
Thursday, April 12, 2012
Subscribe to:
Posts (Atom)